Rabu, 18 Agustus 2010

MEMAHAMI IMSAKIYAH ( Gema Ramadlan )

Assalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Yang jadi titik masalah adalah penggunaan istilah ”imsak”, yang terlanjur dianggap menjadi bagian dari tata aturan puasa. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan istilah imsak, karena imsak itu artinya puasa. Kalau kita buka kamus, imsak itu maknanya puasa.
Cuma barangkali yang jadi masalah adalah ketika istilah itu digunakan untuk memulai 10 menit tidak makan minum sebelum waktu shubuh tiba. Padahal sesungguhnya start awal puasa itu bukan sejak 10 menit menjelang masuknya waktu shubuh, melainkan sejak masuknya waktu shubuh itu sendiri.
Penambahan 10 menit sendiri tidak pernah dikatakan sebagai awal start puasa, hanya saja beberapa kalangan menganjurkan kita untuk sudah tidak lagi makan minum kira-kira 10-an menit sebelum masuknya waktu shubuh.
Kalau hal ini dipahami dengan benar, tentu tidak ada pelanggaran atau bid”ah. Toh, itu sifatnya hanya anjuran belaka, bukan pengubahan ketentuan dan tata aturan puasa. Tidak ada seorang pun yang membenarkan bahwa puasa itu dimulai 10 menit menjelang shubuh.
Sayangnya, sebagian kalangan terlanjur menganggap sikap untuk sudah tidak makan minum beberapa menit sebelum shubuh itu sebagai perbuatan bid”ah. Dalam pandangan mereka, tidak makan minum 10 menit menjelang shubuh dianggap penambahan dalam urusan agama yang berakibat fatal. Sebab mereka memasukkannya sebagai kategori bid”ah.
Lihatlah misalnya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin yang ketika ditanyakan masalah istilah imsak ini, dengan serta merta menjawab : “Hal ini termasuk bid”ah, tiada dalilnya dari sunnah, bahkan sunnah bertentangan dengannya, karena Allah berfirman di dalam kitabnya yang mulia.
“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang merah dari benang putih yaitu fajar” (QS. Al-Baqarah : 187)
Nabi Shallallahu ”alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, makan dan minumlah sampai Ibnu Umi Maktum mengumandangkan adzan, karena dia tidak beradzan sampai terbit fajar”
Bahkan Syeikh yang sudah wafat itu menambahkan,”Imsak yang dilakukan oleh sebagian orang itu adalah suatu tambahan dari apa yang diwajibkan oleh Allah SWT sehingga menjadi kebatilan, dia termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama Allah.
Perbandingan
Sebuah perbuatan itu memang bisa dikategorikan sebagai bid”ah manakala tidak ada contoh dari Nabi SAW tapi kemudian dijadikan sebuah syariat baru secara formal. Misalnya, ketika kita mengubah ketentuan puasa, yang tadinya dimulai sejak shubuh kemudian diubah menjadi 10 menit sebelum shubuh.
Tidak ada seorang pun yang menolak bahwa pengubahan ini jelas-jelas bid”ah yang haram dan merupakan sebuah kemungkaran.
Hanya saja, ketika seseorang tetap meyakini bahwa puasa memang dimulai sejak shubuh, cuma 10 menitan sebelumnya memang sudah siap-siap tidak makan minum, tanpa meyakini bahwa cara itu merupakan aturan baku yang mengubah aturan aslinya, apakah tindakannya itu menjadi sebuah kemungkaran?
Menurut hemat saya, itu bukan sebuah kesalahan. Toh pada kenyataannya, kita pun selama ini melakukannya. Kalau pun kita makan sahur, biasanya makan sahur itu tidak terpotong langsung dengan adzan shubuh. Secara manusiawi, kita pasti sudah mengatur sedemikian rupa agar makan sahur kita sudah selesai beberapa menit sebelum masuk waktu shubuh.
Ini sekedar untuk berjaga-jaga saja, agar jangan sampai ketika nasi masih di dalam mulut, tiba-tiba shubuh sudah masuk. Tentu puasa kita bisa rusak, kalau nasi di dalam mulut itu tetap ditelan. Sebaiknya kita berjaga-jaga atau bersiap-siap.
Sikap berhati-hati dan bersiap untuk sudah tidak makan atau minum beberapa menit menjelang shubuh ini pasti masuk akal dan bisa diterima syariah. Asalkan tanpa mengubah aturan baku dimana puasa memang tepatnya dimulai sejak masuknya waktu shubuh.
Jadwal Imsakiyah
Kita sudah tahu bahwa yang salah itu adalah menganggap waktu puasa diubah dari sejak masuknya waktu shubuh menjadi beberapa menit sebelum masuk waktu shubuh.
Maka kalau kita membuat jadwal puasa, dimana di dalamnya ada tabel-tabel waktu shalat, dan juga dicantumkan jam ”imsak”, tanpa mengubah pemahaman bahwa imsak adalah mulainya puasa, tentu tidak ada salahnya. Juga tanpa memahami bahwa imsak adalah nama sebuah waktu shalat atau mulai start-nya puasa.
Kalau hal itu terpenuhi, tidak ada yang salah dari ”jadwal imsakiyah” itu, kecuali cara seseorang memahaminya yang ada kemungkinan salah.
Memang untuk lebih amannya, sebaiknya di dalam jadwal itu tidak usah dicantumkan tabel ”imsak”, biar tidak melahirkan kesalahan pemahaman. Tapi untuk menuduh bahwa semua orang itu bodoh dan tolol sehingga tidak bisa membedakan mana awal star puasa dan mana imsak, rasanya terlalu berlebihan.
Umat Islam itu tidak layak dianggap selalu bodoh, dan kalau pun memang bodoh, yang perlu kita lakukan bukan menuding mereka sebagai pelaku bid”ah atau pendosa.
Yang perlu dilakukan adalah mengajarkan mereka dengan cara yang baik, menyampaikan pesan dengan seksama, mengajak bukan mengejek, mencerahkan bukan melecehkan, dan disitulah bedanya seorang da”i dengan seorang qadhi.