Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, semoga shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam . Dan semoga kita tidak termasuk golongan orang yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya". (Al-Kahfi: 103-104).
Maka dari itu perlu kita pahami dua syarat diterimanya suatu amalan di sisi Allah, yaitu:
1. Ikhlas, ini merupakan syarat bathin.
2. Mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (ittiba'urrasul shallallahu 'alaihi wasallam ), ini merupakan syarat zhahir.
Kedua syarat ini tidak boleh diabaikan salah satunya, karena barangsiapa melaksanakan suatu amalan dengan ikhlas, tapi menyelisihi atau menyalahi ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka amalan itu tertolak atau sia-sia. Begitu pula sebaliknya siapa saja yang beramal sesuai ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tapi niatnya tidak ikhlas karena Allah maka sia-sia pula amalan itu.
Untuk lebih jelasnya marilah kita pahami uraian berikut ini:
1) Ikhlas
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan kita semua tidaklah sia-sia, namun mempunyai tujuan yang amat agung yaitu beribadah kepada Allah. FirmanNya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu".(Adz-Dzaariyaat: 56).
Dalam penciptaan alam semesta beserta isinya ini Allah tidak dibantu dan tidak butuh bantuan dari siapapun, sehingga sudah pasti ibadah itu harus dan wajib diperuntukkan bagi Allah saja dan tidak boleh bagi yang lain, baik itu nabi-nabi yang Allah utus ataupun malaikat-malaikat yang dekat dengan Allah. Dan lebih tidak boleh lagi kalau ibadah itu ditujukan kepada wali-wali, kyai-kyai, batu, keris, dll. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus". (Al-Bayyinah: 5).
Maka sudah sewajarnya ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang berperangnya seorang laki-laki dengan niat untuk memperoleh pahala dari Allah dan juga agar dikenang oleh manusia, beliau menjawab: dia tidak memperoleh apa-apa. Kemudian Rasulullah ` ditanya sampai tiga kali dan tetap jawaban Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti semula, lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal kecuali dari orang yang ikhlas dan hanya mengharap wajah-Nya". (Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihnya nomor 56).
Maka sangat tepat perkataan ulama' bahwa ikhlas itu penunggalan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla bersih dari segala jenis kotoran syirik.
2) Ittiba'ur Rasul
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah penutup para nabi dan rasul, dan beliau itu merupakan semulia-mulia manusia di muka bumi, dan hal ini telah disaksikan oleh Allah dalam firmanNya :
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur". (Al-Qalam: 4).
Maka wajar jika Allah menjadikan keta'atan kepada Rasul itu bagian dari kecintaan kepadaNya, firmanNya :
"Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu". (Ali Imran: 31).
Kemudian Allah menegaskan perintah ta'at ini dengan firmanNya:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". (Al Hasyr: 7).
Demikian banyak ayat yang memerintahkan kita untuk ta'at kepada Rasulullah dan senantiasa berpegang teguh terhadap ajaran beliau, lebih-lebih beliau telah bersabda:
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada padanya perintahnya dari kami maka amalan itu tertolak". (HR. Muslim).
Maka dari itu tidak ada alasan bagi kita untuk menyelisihi atau menyimpang dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , baik dalam bentuk pengurangan seperti mengingkari kewajiban berjilbab/hijab bagi wanita, maupun dalam bentuk penambahan seperti perayaan Nuzulul Qur'an, ulang tahun Nabi, puasa pati geni, dll, yang semua itu tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam .
Berkata Sufyan Ats-Tsauri : "Tidak akan diterima suatu perkataan kecuali dengan perbuatan, dan tidak akan tegak perkataan, perbuatan, dan niat itu kecuali sesuai dengan petunjuk Rasulullah".
Di akhir pembahasan ini, marilah kita mohon kepada Allah agar dimasukkan dalam golongan orang yang ikhlas dan senantiasa mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tanpa menambah atau mengu-ranginya, dan agar kita ditetapkan dalam golongan ini sampai akhir hayat kita. Amin.
Baca selengkapnya.......
"Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya". (Al-Kahfi: 103-104).
Maka dari itu perlu kita pahami dua syarat diterimanya suatu amalan di sisi Allah, yaitu:
1. Ikhlas, ini merupakan syarat bathin.
2. Mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (ittiba'urrasul shallallahu 'alaihi wasallam ), ini merupakan syarat zhahir.
Kedua syarat ini tidak boleh diabaikan salah satunya, karena barangsiapa melaksanakan suatu amalan dengan ikhlas, tapi menyelisihi atau menyalahi ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka amalan itu tertolak atau sia-sia. Begitu pula sebaliknya siapa saja yang beramal sesuai ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tapi niatnya tidak ikhlas karena Allah maka sia-sia pula amalan itu.
Untuk lebih jelasnya marilah kita pahami uraian berikut ini:
1) Ikhlas
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan kita semua tidaklah sia-sia, namun mempunyai tujuan yang amat agung yaitu beribadah kepada Allah. FirmanNya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu".(Adz-Dzaariyaat: 56).
Dalam penciptaan alam semesta beserta isinya ini Allah tidak dibantu dan tidak butuh bantuan dari siapapun, sehingga sudah pasti ibadah itu harus dan wajib diperuntukkan bagi Allah saja dan tidak boleh bagi yang lain, baik itu nabi-nabi yang Allah utus ataupun malaikat-malaikat yang dekat dengan Allah. Dan lebih tidak boleh lagi kalau ibadah itu ditujukan kepada wali-wali, kyai-kyai, batu, keris, dll. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus". (Al-Bayyinah: 5).
Maka sudah sewajarnya ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang berperangnya seorang laki-laki dengan niat untuk memperoleh pahala dari Allah dan juga agar dikenang oleh manusia, beliau menjawab: dia tidak memperoleh apa-apa. Kemudian Rasulullah ` ditanya sampai tiga kali dan tetap jawaban Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti semula, lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal kecuali dari orang yang ikhlas dan hanya mengharap wajah-Nya". (Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihnya nomor 56).
Maka sangat tepat perkataan ulama' bahwa ikhlas itu penunggalan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla bersih dari segala jenis kotoran syirik.
2) Ittiba'ur Rasul
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah penutup para nabi dan rasul, dan beliau itu merupakan semulia-mulia manusia di muka bumi, dan hal ini telah disaksikan oleh Allah dalam firmanNya :
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur". (Al-Qalam: 4).
Maka wajar jika Allah menjadikan keta'atan kepada Rasul itu bagian dari kecintaan kepadaNya, firmanNya :
"Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu". (Ali Imran: 31).
Kemudian Allah menegaskan perintah ta'at ini dengan firmanNya:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". (Al Hasyr: 7).
Demikian banyak ayat yang memerintahkan kita untuk ta'at kepada Rasulullah dan senantiasa berpegang teguh terhadap ajaran beliau, lebih-lebih beliau telah bersabda:
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada padanya perintahnya dari kami maka amalan itu tertolak". (HR. Muslim).
Maka dari itu tidak ada alasan bagi kita untuk menyelisihi atau menyimpang dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , baik dalam bentuk pengurangan seperti mengingkari kewajiban berjilbab/hijab bagi wanita, maupun dalam bentuk penambahan seperti perayaan Nuzulul Qur'an, ulang tahun Nabi, puasa pati geni, dll, yang semua itu tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam .
Berkata Sufyan Ats-Tsauri : "Tidak akan diterima suatu perkataan kecuali dengan perbuatan, dan tidak akan tegak perkataan, perbuatan, dan niat itu kecuali sesuai dengan petunjuk Rasulullah".
Di akhir pembahasan ini, marilah kita mohon kepada Allah agar dimasukkan dalam golongan orang yang ikhlas dan senantiasa mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tanpa menambah atau mengu-ranginya, dan agar kita ditetapkan dalam golongan ini sampai akhir hayat kita. Amin.